Gejala Omicron dan Perbedaannya dengan Varian Lain

Sejumlah sekolah di Indonesia memutuskan untuk menghentikan pembelajaran tatap muka untuk sementara dan kembali belajar online. Kebijakan ini diambil dikarenakan varian baru Covid-19, Omicron, yang tengah mengamuk di berbagai negara termasuk Indonesia.

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk menutup sekolah offline di tengah penyebaran Covid-19. 

Pertama, jika ditemukan kasus di dalam lingkungan sekolah, maka disarankan untuk menutup sekolah selama 2-5 hari. Penutupan ini dilakukan dalam upaya untuk membersihkan, melakukan desinfeksi di seluruh area sekolah, serta melakukan tracing kontak dibantu oleh institusi kesehatan serta pemerintah lokal.

Selanjutnya, jika tidak ada penyebaran di dalam lingkungan sekolah, pihak sekolah diharapkan untuk tetap siaga dan secara intensif melakukan desinfeksi serta membersihkan lingkungan sekolah. Selain itu, mengajarkan dan menerapkan kebersihan terhadap seluruh warga sekolah juga harus selalu dilakukan dengan konsisten. Sekolah juga diharapkan untuk menunda kegiatan yang menimbulkan keramaian atau aktivitas berkelompok, memantau absensi siswa maupun tenaga pengajar, meminta guru atau murid yang sedang sakit untuk beristirahat di rumah, serta menyiapkan prosedur penanganan jika ada siswa yang sakit di sekolah.

Omicron sendiri merupakan salah satu varian dari Covid-19 dan pertama kali dilaporkan ditemukan di Afrika Selatan pada 24 November 2020. Varian lainnya sebelum Omicron yaitu Alpha, Beta, Delta, sampai Lambda. Selain varian-varian tersebut, sebenarnya masih ada belasan varian lain dari Covid-19 yang telah ditemukan. Namun World Health Organization (WHO) tidak memasukkannya ke dalam kategori prioritas tinggi.

Omicron saat ini sudah masuk ke dalam kategori Variant of Concern (VOC) di banyak negara, yaitu varian Covid-19 yang diduga mampu menyebabkan peningkatan penularan hingga kematian, bahkan dapat juga mempengaruhi efektivitas vaksin. Lantas apa sebenarnya perbedaan Omicron dengan varian yang telah ada sebelumnya? 

  1. Omicron lebih menular
    Sejak pertama kali ditemukan, kasus Omicron di Afrika Selatan mengalami peningkatan sebanyak dua hingga tiga kali lipat dalam kurun waktu satu minggu. Dengan jumlah ini, tingkat penularan Omicron berarti lima kali lebih cepat dibandingkan varian Delta. Varian Delta sendiri daya tularnya tujuh kali lebih cepat dibandingkan dengan virus yang pertama kali muncul di Wuhan.
  2. Tingkat keparahan Omicron lebih rendah
    Meski Omicron menular lebih cepat, namun tingkat keparahannya cenderung lebih rendah daripada varian lain termasuk Delta. Menurut CDC, gejala umum varian Omicron yang terdeteksi sejauh ini yakni batuk kering dan tenggorokan gatal (89%), letih (65%), hidung tersumbat (59%), demam (38%), mual (22%), sulit bernapas atau napas pendek (16%), serta diare (11%)
    Meski gejala Omicron cenderung ringan, tetap dibutuhkan penanganan dini untuk mencegah memburuknya tingkat keparahan serta meningkatnya angka penularan.
  3. Omicron dapat dideteksi dengan PCR-SGTF
    Untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi Covid-19 varian Omicron, maka dapat dilakukan dengan menggunakan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan S Gene Target Failure (SGTF).
  4. Efektivitas vaksin terhadap Omicron
    Varian Omicron muncul di tahun 2020. Di tahun yang sama, vaksinasi Covid-19 sudah mulai dilakukan oleh sebagian negara. Karenanya banyak yang mempertanyakan efektivitas vaksin terhadap varian ini. Vaksin yang diberikan sebenarnya masih bisa melawan Omicron, namun efektivitasnya menurun. Dari hasil investigasi ditemukan bahwa vaksin Covid-19 memiliki efektivitas hingga 95% terhadap varian virus yang muncul pertama kali di Wuhan. Sedangkan untuk melawan Omicron, efektivitas vaksin ini hanya sebesar 50%.