Manfaat Penggunaan Sunscreen Setiap Hari, Cegah Kulit Terbakar Hingga Kanker Kulit

Sinar matahari memiliki banyak manfaat bagi tubuh. Kandungan vitamin D yang terdapat pada sinar matahari sangat dibutuhkan oleh anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan dalam proses pembentukan tulang. Sementara bagi orang dewasa, vitamin D dibutuhkan untuk menjaga kepadatan tulang.

Namun selain memiliki manfaat, sinar matahari juga ternyata dapat memberikan efek negatif, khususnya bagi kulit. Beberapa bahaya sinar matahari bagi kulit antara lain dapat menyebabkan penuaan dini, kulit terbakar atau sunburn, hingga kanker kulit.

Oleh karena itu, perlu adanya tindakan pencegahan untuk menghindari efek buruk dari sinar matahari. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan payung ketika beraktivitas di luar ruangan dengan kondisi cuaca terik.

Cara yang lebih mudah dan efektif adalah dengan selalu menggunakan sunscreen sebelum beraktivitas di bawah matahari. Sunscreen mengandung SPF dan PA yang dapat membantu melindungi kulit dari paparan sinar matahari yang berlebihan. Karenanya, memakai sunscreen merupakan tahapan perawatan kulit yang paling penting. Bahkan sunscreen sebenarnya selalu dibutuhkan walaupun hanya beraktivitas di dalam ruangan.

Penggunaan sunscreen dengan benar dan rutin memberikan banyak manfaat bagi kulit. Berikut di antaranya.

  1. Melindungi dari sinar Ultraviolet yang berbahaya
    Karena kandungan vitamin D yang ada dalam sinar ultraviolet sebenarnya sangat dibutuhkan bagi tubuh, maka berjemur di bawah sinar matahari boleh saja bahkan perlu dilakukan. Namun sebelumnya, gunakan sunscreen dengan cukup untuk menghalangi sinar berbahaya menembus kulit yang dapat mengakibatkan iritasi hingga kanker kulit.
  2. Mencegah kulit terbakar (sunburn)
    Paparan sinar UV-B yang berlebih dapat menyebabkan sunburn, yaitu kondisi kulit yang mengelupas, memerah, membengkak, dan gatal-gatal. Kondisi kulit seperti ini dapat meningkatkan resiko kanker kulit. Untuk mencegah terjadinya hal ini, oleskan sunscreen secukupnya pada seluruh tubuh terutama yang akan terpapar sinar matahari secara langsung. Ulangi pemakaian setiap 2-3 jam sekali.
  3. Mencegah penuaan dini
    Penggunaan sunscreen secara rutin juga dapat melindungi kulit dari tanda-tanda penuaan seperti garis halus dan keriput. Sudah ada studi yang mengungkapkan bahwa orang-orang berusia di bawah 55 tahun yang memakai sunscreen secara rutin memiliki resiko penuaan dini 24 persen lebih kecil daripada mereka yang tidak menggunakannya.
  4. Meratakan warna kulit dan mencegah kulit menggelap
    Memakai sunscreen juga bermanfaat untuk membantu meratakan warna kulit yang belang akibat mengalami hiperpigmentasi, serta mampu mencegah kerusakan kulit lainnya seperti flek hitam atau kulit kusam.
  5. Menurunkan resiko kanker kulit
    Jenis kanker kulit seperti melanoma umumnya terjadi pada wanita berusia 20 tahunan. Kanker jenis ini juga dapat mengancam jiwa. Untuk menurunkan resikonya, pakailah sunscreen setiap hari agar kulit selalu terlindungi dari efek buruk sinar ultraviolet.
  6. Mempertahankan kesehatan kulit
    Kulit yang terlindungi dari paparan sinar matahari yang berlebihan tentunya akan menjadi lebih sehat. Sunscreen mampu melindungi protein penting pada kulit seperti kolagen, keratin, dan elastin. Kandungan protein tersebut diperlukan untuk menjaga agar kulit tetap sehat dan halus.

Sunscreen tidak hanya digunakan ketika beraktivitas di luar ruangan. Walaupun di dalam ruangan, sebaiknya tetap gunakan sunscreen karena cahaya matahari masih dapat masuk melalui jendela atau langit-langit kaca. Untuk mendapatkan perlindungan yang maksimal, pemakaian sunscreen perlu diulang setiap 2-3 jam sekali, terutama jika banyak aktivitas yang dilakukan di luar ruangan. Hal ini dikarenakan sunscreen hanya bertahan sekitar 2-3 jam setelah pemakaian.

Selain sunscreen, ada beberapa perlindungan lain yang dapat digunakan secara bersamaan agar terhindar dari dampak buruk radiasi matahari. Antara lain dengan mengenakan topi serta kacamata hitam dengan perlindungan sinar UV.

Gejala Omicron dan Perbedaannya dengan Varian Lain

Sejumlah sekolah di Indonesia memutuskan untuk menghentikan pembelajaran tatap muka untuk sementara dan kembali belajar online. Kebijakan ini diambil dikarenakan varian baru Covid-19, Omicron, yang tengah mengamuk di berbagai negara termasuk Indonesia.

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk menutup sekolah offline di tengah penyebaran Covid-19. 

Pertama, jika ditemukan kasus di dalam lingkungan sekolah, maka disarankan untuk menutup sekolah selama 2-5 hari. Penutupan ini dilakukan dalam upaya untuk membersihkan, melakukan desinfeksi di seluruh area sekolah, serta melakukan tracing kontak dibantu oleh institusi kesehatan serta pemerintah lokal.

Selanjutnya, jika tidak ada penyebaran di dalam lingkungan sekolah, pihak sekolah diharapkan untuk tetap siaga dan secara intensif melakukan desinfeksi serta membersihkan lingkungan sekolah. Selain itu, mengajarkan dan menerapkan kebersihan terhadap seluruh warga sekolah juga harus selalu dilakukan dengan konsisten. Sekolah juga diharapkan untuk menunda kegiatan yang menimbulkan keramaian atau aktivitas berkelompok, memantau absensi siswa maupun tenaga pengajar, meminta guru atau murid yang sedang sakit untuk beristirahat di rumah, serta menyiapkan prosedur penanganan jika ada siswa yang sakit di sekolah.

Omicron sendiri merupakan salah satu varian dari Covid-19 dan pertama kali dilaporkan ditemukan di Afrika Selatan pada 24 November 2020. Varian lainnya sebelum Omicron yaitu Alpha, Beta, Delta, sampai Lambda. Selain varian-varian tersebut, sebenarnya masih ada belasan varian lain dari Covid-19 yang telah ditemukan. Namun World Health Organization (WHO) tidak memasukkannya ke dalam kategori prioritas tinggi.

Omicron saat ini sudah masuk ke dalam kategori Variant of Concern (VOC) di banyak negara, yaitu varian Covid-19 yang diduga mampu menyebabkan peningkatan penularan hingga kematian, bahkan dapat juga mempengaruhi efektivitas vaksin. Lantas apa sebenarnya perbedaan Omicron dengan varian yang telah ada sebelumnya? 

  1. Omicron lebih menular
    Sejak pertama kali ditemukan, kasus Omicron di Afrika Selatan mengalami peningkatan sebanyak dua hingga tiga kali lipat dalam kurun waktu satu minggu. Dengan jumlah ini, tingkat penularan Omicron berarti lima kali lebih cepat dibandingkan varian Delta. Varian Delta sendiri daya tularnya tujuh kali lebih cepat dibandingkan dengan virus yang pertama kali muncul di Wuhan.
  2. Tingkat keparahan Omicron lebih rendah
    Meski Omicron menular lebih cepat, namun tingkat keparahannya cenderung lebih rendah daripada varian lain termasuk Delta. Menurut CDC, gejala umum varian Omicron yang terdeteksi sejauh ini yakni batuk kering dan tenggorokan gatal (89%), letih (65%), hidung tersumbat (59%), demam (38%), mual (22%), sulit bernapas atau napas pendek (16%), serta diare (11%)
    Meski gejala Omicron cenderung ringan, tetap dibutuhkan penanganan dini untuk mencegah memburuknya tingkat keparahan serta meningkatnya angka penularan.
  3. Omicron dapat dideteksi dengan PCR-SGTF
    Untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi Covid-19 varian Omicron, maka dapat dilakukan dengan menggunakan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan S Gene Target Failure (SGTF).
  4. Efektivitas vaksin terhadap Omicron
    Varian Omicron muncul di tahun 2020. Di tahun yang sama, vaksinasi Covid-19 sudah mulai dilakukan oleh sebagian negara. Karenanya banyak yang mempertanyakan efektivitas vaksin terhadap varian ini. Vaksin yang diberikan sebenarnya masih bisa melawan Omicron, namun efektivitasnya menurun. Dari hasil investigasi ditemukan bahwa vaksin Covid-19 memiliki efektivitas hingga 95% terhadap varian virus yang muncul pertama kali di Wuhan. Sedangkan untuk melawan Omicron, efektivitas vaksin ini hanya sebesar 50%.